Thursday, October 5, 2023
Sejarah

Bangsa Turki dan Islamisasi Mongol

Bangsa Turki dan Islamisasi Mongol
Bangsa Turki dan Islamisasi Mongol

Pada abad pertengahan, wilayah semenanjung besar yang kini menjadi lokasi Republik Turki lebih populer dengan nama Anatolia. Adapun sebutan Turki ketika itu merujuk pada sekelompok suku bangsa yang memiliki leluhur orang-orang Turkic atau Turks. Mereka awalnya adalah penghuni stepa Asia tengah yang konon berasal dari Pegunungan Altai. Lanskap itu membentang sepanjang 2.000 km di perbatasan empat negara modern saat ini: Mongolia, Republik Rakyat Cina (RRC), Kazakhstan, dan Rusia.

Bangsa Turki mulai bersentuhan dengan Islam sejak ekspansi wilayah Bani Abbasiyah pada abad ke-10 M. Waktu itu, kekhalifahan tersebut telah memperluas kekuasaannya hingga ke Transoxiana, dataran subur antara Sungai Amu Darya dan Syr Darya, Asia tengah.

Ratusan tahun kemudian, daerah tersebut menjadi bagian dari Kekaisaran Mongol. Sebelum kematiannya pada 1227, Jenghis Khan memberikan tanah jajahannya di Asia tengah kepada sang putra kedua, Chagadai Khan. Pada masa puncak kejayaannya, Kekhanan Chagadai meluas dari Transoxiana hingga selatan Laut Aral dan Pengunungan Altai.

Mayoritas penduduk kerajaan tersebut adalah bangsa Turki. Karena itu, wajarlah bila kebudayaan masyarakat Muslim-Sunni Asia tengah itu turut memengaruhi elite Kekhanan Chagadai. Para sejarawan menyebut masa 14 tahun kekuasaan Chagadai Khan sebagai permulaan era Turki-Mongol.

Penguasa tersebut memerintah dengan cukup adil. Ia menertibkan administrasi dan birokrasi sehingga pemerintahan dapat berjalan lebih efektif dari pusat sampai ke daerah-daerah. Hingga tutup usia, dirinya selalu setia pada kepercayaan yang dipeluk Jenghis Khan, yakni tengrisme. Dalam hal ini, Chagadai Khan “hanya” menyerap kebudayaan Turki, tanpa mengikuti keislaman mereka.

Walaupun memiliki banyak anak, takhta kekaisaran sepeninggalan dirinya justru jatuh pada seorang cucunya, Qara Hulegu. Penerus Chagadai itu kemudian memiliki anak yang bernama Chagatai, dari pernikahannya dengan Ergene Khatun. Begitu berkuasa sejak 1252, Chagatai mengganti namanya menjadi Mubarak Shah. Dialah raja pertama dalam sejarah Kekhanan Chagadai yang memeluk Islam.

Sejak 1251, seluruh kekhanan yang dimiliki para putra Jenghis Khan mengakui Mongke Khan sebagai khan agung. Ia merupakan cucu Temujin dari garis Tolui Khan.

Timur Lenk

Hingga akhir abad ke-13, situasi semakin kompleks di antara para elite bangsa Mongol. Di sisi barat, Hulagu Khan atas perintah Mongke Khan terus mengirimkan balatentara ke daulah-daulah Islam, termasuk Abbasiyah. Pada 1258, Baghdad diserbu mereka. Penyerbuan ini tidak hanya memicu masalah bagi Kekhalifahan dan dinasti-dinasti yang menyokongnya, semisal Ayyubiyah dan Mamluk Bahriyah Mesir.

Ternyata, operasi militer di Kota Seribu Satu Malam itu juga menyulut friksi di antara sesama bangsawan Mongol, utamanya Hulagu versus Berke Khan. Nama yang terakhir itu merupakan seorang putra Jochi Khan—anak bungsu Jenghis Khan—yang bukan hanya mualaf, tetapi sangat bersemangat membela kehormatan agama barunya: Islam.

Adapun di sisi timur, putra lain dari Tolui Khan, Kublai Khan bersaing dengan saudaranya, Ariq Boke. Barulah pada permulaan abad ke-14, perpecahan antar-kekhanan Mongol itu mulai dapat diatasi. Hal itu sekaligus mengukuhkan wajah Turki-Mongol. Sebab, awal mulanya dari Kekhanan Chagadai.

Memang, hingga tahun 1350 secara politik Chagadai terbelah menjadi dua, yakni belahan barat dan timur. Yang pertama itu semakin kisruh oleh perebutan kekuasaan yang dilakukan para elitenya. Namun, Chagadai timur atau Moghulistan kemudian menganeksasi negeri jirannya itu pada 1361. Pemimpinnya saat itu adalah Tughluq Timur.

Seorang pengikut Tughluq merupakan jenderal berkebangsaan Turki yang gagah berani. Dialah kelak yang dikenal sebagai Timur Lenk. Lahir dari lingkungan keluarga Muslim di Transoxiana pada 1336, Timur saat masih anak-anak menjadi korban perang. Ia kemudian dibawa ke Samarkand oleh balatentara Mongol.

Samarkand ketika itu merupakan kota yang maju. Timur Lenk menghabiskan masa remajanya dengan belajar menguasai bahasa dan mengakrabi budaya Mongol, Persia, dan Turki. Dari sanalah, kecintaannya pada ilmu pengetahuan mulai tumbuh.

Namun, cita-citanya bukanlah ilmuwan, melainkan penakluk yang cakap. Maka ia mengikuti pendidikan kemiliteran di kota tersebut. Lama kelamaan, para tokoh Moghulistan merekrutnya. Jabatan demi jabatan diembannya hingga menjadi orang kepercayaan Tughluq Timur.

Kira-kira tujuh tahun sesudah wafatnya Tughluq, Timur Lenk memaklumkan berdirinya Dinasti Timurid. Ia pun mengangkat dirinya sendiri sebagai raja pertama wangsa tersebut. Pusat kekuasaannya adalah kota masa kecilnya, Samarkand.

Meskipun berdarah Turki, ia tetap menggunakan identitas Mongol sebagai legitimasi kekuasaannya. Untuk itu, Timur Lenk menikah dengan seorang keturunan Jenghis Khan, yakni Bibi Khanum. Selama 35 tahun berkuasa, sosok yang mengeklaim diri sebagai Syaifullah (Pedang Allah) itu mengobarkan panji-panji Islam. Samarkand dijadikannya sebagai “Baitul Hikmah Kedua”, tempat para cerdik cendekia dari pelbagai penjuru dunia berkumpul, untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.

Sumber: republika

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
error: Content is protected !!
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
%d bloggers like this: