Oleh Fahmi Salim
Alhamdulillah, tidak ada kata yang pantas terucap kecuali segala puji bagi Allah dan rasa syukur mendengar berita gembira, Hagia Sophia kembali berfungsi menjadi masjid agung terhitung sejak 11 Juli 2020.
Selamat bagi masyarakat Turki, dan Presiden Recep Tayyip Erdogan, setelah menanti sekian lama untuk mewujudkan wasiat dari Sultan Muhammad Alfatih.
Masjid Agung Hagia Sophia adalah wakaf dari sang penakluk Konstantinopel, yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu alahi wa sallam, sebaik-baiknya pemimpin dan pasukan yang dipimpinnya, sebaik-baiknya pasukan.
Kebahagian bukan hanya untuk rakyat Turki, juga kaum muslimin di seluruh dunia, terutama umat Islam di Indonesia.
Hagia Sophia adalah saksi sejarah tentang sebuah kejayaan Islam, jejak puncak mercusuar Islam di Eropa Timur, bahkan cahayanya menembus ke seluruh penjuru dunia kala itu, sebagaimana Masjid Cordova yang berada di Andalusia, atau Spanyol yang juga puncak mercusuar Islam di barat.
Sejak tahun 1934, Hagia Sophia tak lagi berfungsi sebagai masjid setelah Presiden Kemal Attaturk kala itu mengeluarkan dekrit mengubah Hagia Sophia dari masjid menjadi museum. Sebagai bukti keberhasilan proyek sekularisasi di Turki.
Namun, rakyat Turki tetap merindukan kejayaan Islam kembali tegak. Setelah 86 tahun berlalu, cita cita itu terwujud dengan mengembalikan ikon kejayaan masa lalu itu, dan insya Allah kejayaan Islam itu akan kita raih bersama.
Kami dukung pernyataan Presiden Erdogan bahwa Hagia Sophia adalah kedaulatan Turki. Tidak boleh negara lain ikut campur sebagaimana keinginan UNESCO untuk mempertahankan Hagia Sophia sebagai museum hanya alasan sebagai salah satu situs warisan dunia.
Mengembalikan fungsi Hagia Sophia dari museum menjadi masjid adalah keputusan pengadilan bukan keputusan otoriter sang penguasa, apalagi umat Islam sudah menanti lama. Tahun 2012, mereka menuntut untuk kembali bersujud di masjid yang merupakan wakaf Sultan Alfatih. Maka, siapa pun yang mengubahnya akan mendapat laknat dari Allah dan RasulNya, Begitulan dokumen wakaf yang ditulis Alfatih.
Kaum muslimin di Turki menyadari kekeliruan sejarah negerinya, apalagi dipertegas dalam firman Allah Ta’ala:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَىٰ فِي خَرَابِهَا ۚ أُولَٰئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَنْ يَدْخُلُوهَا إِلَّا خَائِفِينَ ۚ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalanghalangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat. (QS al baqarah 114)
Hagia Sophia begitu terkenal dengan kubahnya yang besar dan tinggi. Ukuran diameter 32 meter, dengan ketinggian 55,2 meter dari dasar. Interiornya dihiasi mosaik dan fresko, tiang-tiangnya terbuat dari pualam warna-warni dan dindingnya dihiasi ukiran.
Saat Konstantinopel ditaklukkan Sultan Mehmed II atau kita kenal Muhammad Al Fatih pada 29 Mei 1453, Sultan turun dari kudanya dan bersujud syukur pada Allah, lalu memerintahkan agar Hagia Sophia yang awalnya gereja Kristen Ortodoks diubah menjadi Masjid Agung.
Saat ini, kita pun akan merasakan kembali moment-moment indah itu, insya Allah tanggal 24 Juli 2020, akan dibuka pertama untuk shalat Jumat berjamaah. Beribadah di masjid Hagia Sophia yang telah menjadi wakaf umat Islam selama 567 tahun ini, semoga menjadi penyemangat untuk meraih kembali kejayaan Islam.
Tak berlebihan jika dalam pidato sambutan atas keputusan pengadilan tinggi Turki, Erdogan menyebut “kemerdekaan Hagia Sophia” akan menjadi titik tolak runtuhnya belenggu tirani aneksasi Masjid Alaqsha di kota Alquds, ia akan merdeka kembali ke pangkuan umat Islam seutuhnya.
Sekali lagi salam dari masyaakat muslim Indonesia, untuk rakyat Turki dan Presiden Erdogan.
Allahu Akbar Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahilhamdu
Jakarta, 12 Juli 2020
*Penulis merupakan Founder Al-Fahmu Institute & Dewan Pakar JATTI (Jaringan Alumni Timur Tengah Indonesia)