Thursday, March 28, 2024
Editorial

Jilbab di KTT NATO, bukan sekedar foto biasa

Erdogan bersama Fatima Abushanab

TURKINESIA.NET – EDITORIAL. Ini bukan sekedar foto biasa. Ini adalah foto yang di baliknya terdapat izzah Islam dan semangat Ottoman.

Bagi rakyat Turki yang setidaknya pernah melalui tahun 1990-an, di mana para Muslimah tidak bisa bersekolah karena hijab mereka, gadis-gadis Muslim tidak bisa belajar di sebuah negara berpenduduk mayoritas Muslim karena jilbab mereka, sungguh merupakan sebuah tragedi!

Tapi ada jauh lebih buruk! Para ibu tidak bisa mengunjungi putra mereka di militer karena jilbab mereka. Para ibu tidak bisa melewati gerbang militer dengan jilbab mereka, sementara putra mereka siap berkorban untuk agama dan negara. Bayangkan!

Jika Anda laki-laki, bayangkan diri Anda sedang bertugas di militer dan ibu Anda tidak bisa mengunjungi Anda hanya karena beliau mengenakan jilbabnya.

Jika Anda seorang wanita, bayangkan Anda tidak dapat mengunjungi suami Anda saat menjalankan tugas militernya.

Apakah Anda tidak akan mempertanyakan diri sendiri? Untuk apa kita berjuang? Anda dapat memahami siapa yang mengendalikan Republik Turki hingga tahun 90-an.

Erdogan membutuhkan waktu hingga 10 tahun untuk mulai mengubah undang-undang yang melarang jilbab masuk ke institusi negara. Selama 10 tahun tersebut, istri Presiden Abdullah Gul dan istri Erdogan (saat itu masih menjabat sebagai Perdana Menteri) terpaksa tidak bisa mendampingi suami mereka di rumah dinas dan istana negara. Karena alasan jilbab pula, PM Erdogan kemudian menyekolahkan kedua anak perempuannya ke Amerika Serikat dan Bosnia.

Setelah pemerintahan Erdogan berkuasa sejak 2003, larangan tersebut secara bertahap dicabut. Pencabutan larangan berjilbab pertama kali berlaku untuk kalangan  siswa di universitas pada 2010, menyusul kemudian untuk kalangan pegawai negeri pada September 2013. Hakim, jaksa, polisi dan anggota angkatan bersenjata masih dikecualikan dari pencabutan kali ini. Baru kemudian pada Agustus 2016, para petugas polisi perempuan Turki dapat mengenakan jilbab di balik topi atau baret mereka. Menyusul setahun kemudian pada  Februari 2017, lembaga militer yang selama ini dikenal sebatas lembaga paling keras dan terdepan dalam mengawal sekulerisme di Turki, menjadi paling terakhir mencabut larangan jilbab.

Dan kini Erdogan berbicara dengan presiden AS Joe Biden di KTT NATO dengan menghadirkan seorang penerjemah wanita berhijab.

Perjuangan Erdogan bersama AKP dalam mencabut larangan jilbab di Turki

4.7 3 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] Dukungan tersebut menurut Cavusoglu berpotensi memperumit perluasan aliansi karena kedua negara Skandinavia itu mempertimbangkan untuk bergabung dengan NATO. […]

error: Content is protected !!
1
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
%d