Thursday, March 28, 2024
Afrika

Libya: Mengapa pertempuran Sirte tertunda dan kenapa Rusia mengancam “garis merah”?

TURKINESIA.NET – KOLOM. Berbeda dengan kota Tarhuna, Bani Walid, dan kota-kota dari empat distrik wilayah Libya barat, kota Sirte tidak jatuh secepat yang diharapkan. Sementara itu Rusia dikabarkan mengatakan bahwa Sirte merupakan “garis merah” yang tidak boleh didekati. Sedangkan pemerintah GNA Libya bertekad menyerbu wilayah itu apapun konsekuensinya. Hal ini menunjukkan pentingnya Sirte bagi semua pihak.

Sirte, 450 km sebelah timur Tripoli, terletak di antara dua kota terbesar Libya, di tengah-tengah antara ibukota Tripoli ibukota wilayah Barqa di timur Benghazi (seribu km timur Tripoli).

Secara historis Sirte merupakan bagian dari Tripoli dan kota besar terakhir di barat Libya yang belum dibebaskan. Milisi Haftar mengambil alih kota ini untuk pertama kalinya pada bulan Januari setelah Batalyon 604 Salafi Madkhali melakukan pengkhianatan kepada pasukan pemerintah. Sebagian besar milisi Madkhali dari kabilah Furjan yang Haftar berafiliasi kepadanya.

 

Kunci pembebasan pangkalan udara Al-Jufra

Pentingnya Sirte yang strategis karena wilayah ini terletak di utara pangkalan udara Al-Jufra, 650 km tenggara Tripoli, dan hanya dipisahkan oleh jalan terbuka yang tidak melebihi 300 km.

Diyakini bahwa Rusia ingin menjadikan Al-Jufra sebagai pangkalan permanen untuk kehadirannya di Afrika Utara dan Mediterania selatan.

Ini menjelaskan alasan penarikan tentara bayaran Wagner Rusia ke pangkalan Al-Jufra dan Moskow mengirim 14 MiG-29 serta pesawat Sukhoi 24 ke pangkalan udara itu. Menurut militer AS, hal itu untuk membangun keberadaan Rusia di Libya tengah, mirip dengan pangkalan udara Khmeimim di Suriah barat.

Jika Rusia dapat memastikan bahwa Sirte tidak jatuh ke tangan pasukan pemerintah, ini akan memungkinkan berdirinya pangkalan angkatan laut di Sirte dan dapat mengancam NATO dari selatan Mediterania, sebagai tanggapan terhadap ancaman “perisai rudal” NATO dekat perbatasan baratnya.

Oleh karena itu, Ahmed Maitiq, Wakil Presiden Dewan Presidensial Pemerintah Libya, mengutip para pejabat Rusia setelah kunjungannya ke Moskow baru-baru ini di mana pihak Rusia mengatakan bahwa Sirte “garis merah”, yang memicu kemarahan luas di wilayah barat hingga PM Fajez Sarraj memerintahkan untuk meneruskan operasi pembebasan kota Sirte.

 

Pelabuhan minyak

Kontrol pasukan pemerintah di Sirte membuka jalan bagi mereka untuk mengendalikan pelabuhan minyak, karena pelabuhan minyak terdekat (Sidra) hanya berjarak 150 km.

Itu selalu menjadi tulang punggung serangan terhadap pelabuhan minyak dari Libya barat, sehingga milisi kudeta Khalifa Haftar berusaha mempertahankannya untuk mengendalikan wilayah “Bulan Sabit Petroleum” yang mewakili lebih dari 60 persen ekspor minyak Libya.

Penutupan pelabuhan dan ladang minyak telah menyebabkan Libya kehilangan sekitar 6 miliar USD sejak pertengahan Januari, menyebabkan pemerintah terpaksa menarik cadangannya dalam mata uang sulit untuk membayar gaji.

Terus berlangsungnya penutupan ladang minyak dan pelabuhan untuk periode yang lebih lama mengancam jatuhnya ekonomi Libya yang memang sudah rapuh, sehingga pembebasan Sirte dan kemudian pelabuhan minyak telah menjadi kebutuhan sebelum ekonomi negara itu jatuh lebih jauh.

Wilayah “Bulan sabit minyak” tidak hanya penting secara ekonomi, tetapi juga kebutuhan politik. Beberapa ekstremis di wilayah Barqa menyerukan pemisahan diri dari wilayah Tripoli dan mengelola sendiri sumber daya wilayah “Bulan Sabit minyak”.

Tetapi kontrol pasukan pemerintah di pelabuhan minyak melalui Gerbang Sirte akan merampas provinsi Barqa dari sumber keuangan paling penting dalam mata uang keras, dan proyek pemisahan akan menjadi bom bunuh diri, dan tidak menarik bagi suku-suku Timur.

Namun, kontrol terus-menerus dari milisi Haftar atas Sirte dan pelabuhan-pelabuhan minyak selama bertahun-tahun, baik karena sebab keseimbangan kekuatan, atau untuk negosiasi tanpa hasil, ini akan menyebabkan terbaginya Libya seperti kasus Yaman dan Korea.

 

Khadafi ingin Sirte jadi ibukota Libya

Di banyak negara di dunia, ibukotanya terletak di tengah-tengah negara, atau setidaknya, di antara dua kota besar di negara tersebut. Namun di Libya, ibu kotanya, Tripoli, terletak di barat, ribuan kilometer jauhnya dari ibukota timur, Benghazi. Kondisi ini menyebabkan pecahnya geografis antara dua wilayah, dengan beberapa perbedaan, bahkan dalam hal berpakaian dan makan.

Hal ini mendorong Raja Libya Idris al-Senussi, saat kemerdekaan negara itu pada tahun 1951, untuk menjadikan dua kota sekaligus, Benghazi dan Tripoli,  sebagai ibukota gabungan untuk Kerajaan Libya Bersatu hingga tahun 1963, demi mencegah perpecahan antara dua wilayah. Raja Idris kemudian mengambil kota Al-Bayda (sebelah timur Benghazi) sebagai ibu kota negara tersebut (1963-1969). Tetapi setelah Muammar Gaddafi (1969-2011) berkuasa melalui kudeta militer, ia memindahkan ibukota dari timur ke Tripoli di barat.

Dikabarkan bahwa Khadafi  berniat untuk menjadikan Sirte, kampung halamannya, sebagai ibukota Libya, karena itu dia bekerja untuk mempersiapkannya, ketika dia membangun Ouagadougou Conference Center,  yang menjadi tuan rumah pertemuan puncak Afrika yang luar biasa pada tahun 2001, di mana pendirian “Uni Afrika” diumumkan, selain pertemuan puncak Arab pada tahun 2010. Saat itu, dia menuju Bandara Internasional Ghardabiya (20 km selatan Sirte) untuk menyambut para pemimpin Arab dan Afrika.

Proyek Khadafi gagal mengubah kampung halamannya menjadi ibu kota yang menggabungkan bagian timur dan barat negara itu, karena ia mengambil dimensi geografis dan politik, dan melupakan dimensi peradaban dan bobot populasi.

Populasi Sirte mendekati 80.000, sedangkan populasi Tripoli saja telah melebihi 2,5 juta, sementara populasi Benghazi pada sensus terakhir pada 2006 mencapai lebih dari 670.000 dari total 6,5 juta.

 

Tidak ada kemenangan tanpa sistem anti serangan udaraSalah satu alasan utama pasukan pemerintah tidak dapat menyerbu Sirte sejak hari pertama, meskipun semangat milisi Haftar runtuh dan mundur kocar kacir  ke timur, yaitu masuknya drone pendukung Haftar.

Pada 6 Juni, pasukan pemerintah mengambil kendali atas daerah Al-Washeka, sebelah barat Sirte, yang merupakan titik awal serangan Haftar terhadap Abu Qurain, menuju kota Misrata (200 km timur Tripoli).

Pasukan pemerintah merangkak dari tiga wilayah (pantai di utara, Al Washka di tengah, dan jalan Lod dari selatan), dan dalam beberapa jam mereka berhasil mengendalikan daerah besar sepanjang 110 km, dan mencapai tujuan Pulau Zafaran(persimpangan di pintu masuk barat ke kota Sirte).

Namun barisan terdepan pasukan pemerintah sebagian besar telah menjauh dari payung rudal anti-pesawat, yang menyebabkan puluhan kematian dalam barisan mereka dan penarikan mereka ke daerah tiga puluh (30 km barat Sirte) setelah menjadi sasaran pengeboman udara oleh drone yang mendukung milisi Haftar.

Pasukan pemerintah berhasil menembakkan dua pesawat tanpa awak, setelah itu tentara bayaran Rusia atau Wagner untuk pertama kalinya sejak Haftar meluncurkan operasi  pada tahun 2014, menggunakan pesawat tempur MiG-29 di medan perang.

Di wilayah gurun seperti Sirte, pertempuran hanya akan dimenangkan oleh yang menguasai langit. Lapangan tempur datar, tanpa gunung, lembah atau tempat berlindung. Ini menjelaskan kenapa pertempuran selama hari-hari terakhir tidak ada perkembangan. Faktanya, masing-masing pihak mengerahkan pasukannya dalam persiapan untuk pertempuran yang menentukan.

Pasukan pemerintah tidak dapat mengendalikan Sirte sebelum menetralkan kekuatan udara Haftar. Ini hanya mungkin melalui pemasangan rudal anti serangan udara yang menjangkau melewati luas wilayah Sirte yang membuat pasukan darat terlindungi.

Dalam perang Oktober 1973, Mesir kehilangan 250 tank dalam Pertempuran Selat di Sinai melawan tentara Israel setelah bergerak menjauh dari sistem rudal anti-pesawat.

Tahap selanjutnya, Anda akan menyaksikan kompetisi tentang siapa yang mendominasi langit Sirte, dan siapa yang menang di dalamnya akan memutuskan pertempuran di darat.

Sumber: Daily Sabah Arabic

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] Baca juga: Libya: Mengapa pertempuran Sirte tertunda dan kenapa Rusia mengancam “garis merah”? […]

error: Content is protected !!
1
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
%d