Friday, March 29, 2024
Internasional

PM Turki: “Negara Muslim harus satu suara”

Perdana Menteri Turki Binali Yıldırım pada hari Selasa (15/05) menyerukan kepada negara-negara Muslim untuk meninjau kembali hubungan mereka dengan Israel setelah pembantaian yang dilakukan oleh militer Israel pada hari Senin yang menewaskan puluhan demonstran damai Palestina.

Yıldırım mengutuk keras pembantaian yang dilakukan oleh Israel yang menewaskan 59 warga Palestina di Jalur Gaza yang terkepung.

“Kami sangat mengutuk pembunuhan warga Palestina yang tidak bersalah dan ditindas oleh Israel,” kata Yildirim. Dia juga mengecam Amerika yang menghancuran perdamaian di kawasan tersebut dengan memutuskan untuk memindahkan kedutaannya ke Yerusalem.

“128 negara di PBB memberikan suara untuk mendukung AS membatalkan kembali keputusannya memindahkan kedutaannya. Sayangnya, pemerintah AS melawan kehendak 128 negara yang mengakibatkan hilangnya 60 jiwa (demonstran Gaza) dan melukai 3.000 orang lainnya.”

“Pemerintahan AS harus tahu bahwa peluru-peluru yang menghujani orang-orang tak berdosa tidak akan dilupakan. Kami melihat keputusan ini sebagai penghancur perdamaian dan (keputusan) itu tidak berlaku bagi kami,” kata Yıldırım.

“Negara-negara Muslim harus satu suara dan satu hati. Dunia Muslim harus menunjukkan persatuan. Turki belum dan tidak akan tinggal diam dalam menghadapi kekejaman ini.”

Yıldırım menekankan bahwa duta besar Turki ke Washington dan Tel Aviv telah dipanggil untuk konsultasi karena Turki bersiap untuk mengambil langkah tambahan melawan Israel.

Turki juga menyerukan pertemuan Organisasi Kerjasama Islam pada hari Jumat. Ini telah menjadi salah satu kritik paling keras atas kekerasan di Gaza, serta langkah AS untuk membuka kedutaannya di Yerusalem yang memicu protes Palestina.

Aksi protes di perbatasan Gaza pada hari Senin merupakan bagian dari aksi panjang berminggu-minggu yang akan mencapai puncaknya pada hari Selasa (15/05) yang menandai 70 tahun berdirinya negara Israel, sebuah peristiwa yang oleh orang Palestina disebut sebagai “Nakba” atau “Malapetaka.”

Sejak unjuk rasa dimulai pada 30 Maret, lebih dari 90 orang Palestina telah tewas dan ratusan lainnya terluka oleh tembakan militer Israel, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.

Pekan lalu, pemerintah Israel mengatakan protes di perbatasan yang sedang berlangsung merupakan “keadaan perang” di mana hukum kemanusiaan internasional tidak berlaku.[Yeni Safak]

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
error: Content is protected !!
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
%d