Thursday, March 28, 2024
Kolom

Saudi follower, Imarah leader

TURKINESIA.NET – KOLOM. Secara tradisional, Saudi adalah pemimpin negara-negara Teluk (khususnya semenanjung Arabia). Maklum saja, sejak didirikan Saudi adalah negara terbesar, terluas, terpenting, terkuat dan salah satu yang terkaya di kawasan. Bandingkan dengan Qatar, Bahrain, Kuwait atau UEA. Bahkan jumlah tentara Saudi jika dibandingkan dengan jumlah penduduk negara-negara tadi, maka hampir sama atau bahkan lebih banyak tentara Saudi.

Tapi jika saya ditanya: Siapakah pemimpin negara-negara Teluk saat ini? Maka jawaban saya bukan Saudi, tetapi UEA atau Uni Emirat Arab atau Imarah Arab Bersatu atau Emirates Arab United. Saya melihat mereka jadi leader sekarang dan Saudi lebih sering hanya jadi follower belaka. Kita lihat beberapa kasus berikut.

KUDETA DI MESIR

Saudi adalah negara pertama yang dikunjungi Mursi. Saat Mursi bertemu dengan Raja Salman (tapi tidak dengan MBS, saat itu MBS sepertinya belum jadi putra mahkota) dengan sangat hangat, saya masih ingat para pejabat UAE menunjukkan ketidaksukaannya. Kemudian terjadilah apa yang telah terjadi. Mursi dikudeta oleh Sisi. Sisi didukung oleh UAE dan juga Arab Saudi. Jadi, akhirnya Saudi jadi follower UAE dalam masalah Mesir.

PERANG SIPIL SURIAH

Sejak awal UEA cenderung mendukung Assad dan anti dengan oposisi Suriah. Saat di Suriah masih sebatas protes (belum sampai perang), UEA menangkapi warga Suriah yang berdemo di kedutaan Suriah di Abu Dhabi (ibu kota UAE) lalu menyerahkan mereka ke haribaan Assad (dideportasi). Ini pernah dikritik oleh Syaikh Yusuf Qaradhawy dari Qatar. Tapi Dhahi Kahfan (kepala kepolisian UEA) menanggapinya dengan mengancam akan menangkap Qaradhawy jika main-main ke UEA.

Adapun Saudi awalnya lebih cenderung mendukung oposisi Suriah bersama Amerika dan negara-negara Barat lainnya. Bahkan sempat mentraktir senjata untuk mereka. Amerika dan Barat menyediakan senjata, Saudi yang bayar dan Turki jadi tukang angkut dan membagi-bagikannya. Demikian pula dalam proses politiknya. Begini ceritanya.

Paska kudeta terhadap Mursi di Mesir tahun 2013 oleh Sisi (yaang didukung UAE dan Saudi), seolah UAE berkata pada Saudi, “Kita sukses, tapi bagusnya kamu tinggalkan juga oposisi Suriah, tuh lihat pemimpin Koalisi Oposisi Suriah itu berbau IM juga lho!”. Tapi Saudi terlihat mencoba bertahan. Setahun berikutnya Ahmad Jarba (tokoh oposisi Suriah yang dianggap dekat dengan Saudi) terpilih sebagai pemimpin pemerintahan transisi nasional Suriah, menggantikan Muadz Al-Khatib (tokoh yang dianggap lebih dekat dengan Ikhwanul Muslimin tadi).

Tapi kemudian sayap politik oposisi Suriah benar-benar berantakan. Selain karena faktor kebangkitan ISIS dan juga “come back-nya” Assad (ia dapat dukungan langsung/terbuka dari Rusia dan Iran serta dukungan tak langsung dari negara-negara lain), juga karena negara-negara pendukung oposisi juga berantakan paska kudeta di Mesir. Tapi Saudi belum menyerah dengan Assad, dibentuk pula pasukan Oposisi baru dengan basis di Al-Tanf (perbatasan Suriah – Yordania), tapi rupanya hasilnya menyedihkan. Akhirnya Saudi terlihat menyerah dan menjadi follower UEA dalam masalah Suriah.

PERANG SIPIL LIBYA PART 2

Dalam perang di Libya paska tumbangnya Khadafi, pihak UAE dari awal sudah aktif support Khalifa Haftar, apalagi setelah Mursi jatuh dikudeta Sisi di Mesir, UAE bahu-membahu bersama Sisi menyokong Khalifa. Hal ini kemudian diikuti oleh Saudi. Mereka backup Haftar melawan ISIS, Ansharu Syariah (dituding sebagai afiliasi Al-Qaida) dan pasukan pemerintah GNA yang diakui PBB.

Haftar dulunya adalah sohib Khadafi. Mereka bahu-membahu mengkudeta dan membantai Raja Idris. Tapi kemudian Khadafi dan Haftar berselisih. Menghindari tebasan pedang Khadafi, Haftar kabur-kaburan ke Amerika. Saat Khadafi dirundung pembangkangan sipil, Haftar mudik, eh pulang kampung. Ikut menyerang Khadafi, tapi saya yakin dia mudik itu sudah lengkap dengan rencana Libya baru paska Khadafi.

PERANG SIPIL DI YAMAN

Saudi memimpin koalisi Arab membantu presiden Hadi setelah Houthi memulai perang dengan menyerang ibu kota Yaman: Sana’a. Dalam koalisi itu ada Saudi, UAE, Bahrain, Qatar, bahkan Mesir dan lainnya. Semuanya terlihat sebagaimana biasa: Saudi terlihat memimpin. Akan tetapi terjadi kisruh antara UAE vs Qatar yang akhirnya menjadi negara Teluk vs Qatar. Qatar dikucilkan dan diboikot Saudi dan kawan-kawan. Alasan retoriknya Saudi menuduh Qatar mendukung teroris (meski diyakini alasan sebenarnya UAE dan Saudi ingin Qatar menjauh dari IM). Qatar pun mundur dari koalisi pasukan di Yaman.

Selesai sampai di situ? Ternyata tidak. UAE kelihatannya tidak menyukai Hadi, presiden Yaman . Hadi sebenarnya tokoh yang dekat dengan Saudi. Tetapi dalam pemerintahannya ia juga didukung banyak faksi dengan latar belakang beraneka ragam, termasuk IM. Rupanya dengan berani UAE membentuk proxy sendiri di Yaman dengan mendukung STC (Southern Transisional Council) faksi politik di Yaman yang juga didukung milisi bersenjata.

Kelompok bersenjata pendukung STC ini akhirnya terlibat baku hantam dengan pasukan pemerintah Hadi. Jadi ada perang segi tiga antara Houthi (didukung Iran) vs Pemerintahan Hadi (didukung Saudi) dan STC didukung UAE. Saudi sempat meredam ini dengan perjanjian damai 2019 lalu. Entah akan bagaimana kelanjutannya. Apakah Saudi juga akhirnya menjadi follower UEA dalam kasus Yaman dan menyapih Hadi yang mungkin akan segera “yatim”, bagai anak ayam kehilangan induk?

REFORMASI EKONOMI

UAE, meski kaya raya akibat minyak, tapi sudah lama mereka mengembangkan ekonomi dan bisnis lainnya. Mereka jadi semacam Singapura di Arab. Industri keuangan dan perbankan lumayan kuat. Juga industri pariwisatanya juga termasuk yang paling berkembang. Meski rupanya dalam kasus UAE, modernisasi ekonomi berimbas pada liberalisasi sosial dan keagamaan. Dibanding negara Teluk lain, UAE adalah yang paling liberal secara sosial dan paling longgar dalam hal keagamaan.

Nah, rupanya di bawah reformasi Muhamad bin Salman, Saudi juga terlihat hendak jadi follower UAE dalam hal ekonomi dan budaya ini. Pertunjukan musik dan film mulai diperlonggar di Saudi. Kini hukuman cambuk juga akan dihapus. Jadi sepertinya Saudi akan mengikuti pola UEA: reformasi ekonomi sekaligus reformasi dalam aspek keagamaan (bukan reformasi ekonomi tanpa penyesuaian keagamaan).

Rupanya tanpa kita sadari, negeri kecil yang dulu sering tak begitu dianggap ini telah menjadi “pemimpin tak resmi” negara-negara Arab yang gerak-geriknya, bahkan sikap luar negerinya diikuti oleh teman-temannya yang lain. Negeri yang kini terkenal dengan gemerlap kota Dubai dan Burj Khalifa (gedung tertinggi di kolong langit) menjadileader dan teman-temannya hanya follower. [IZA]

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] Saudi follower, Imarah leader […]

error: Content is protected !!
1
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
%d