Tuesday, June 18, 2024
Kisah

Gadis berkalung tegar dari Turkistan Timur

[Tulisan ini merupakan kenangan seorang mahasiswi Indonesia di Turki terhadap sahabatnya, seorang Muslimah dari Turkistan Timur yang kini di bawah jajahan pemerintah komunis China]

***

“Do’akan negeri kami. Tak terhitung ini musim dingin keberapa, kami terus berjuang dan menunggu untuk menjadi negri sendiri. Negeri yang bebas dari mereka orang-orang yang membenci Islam.”

Kalimat itu, kalimat yang selalu ia ucapkan saat aku menanyakan tentang kondisi negerinya. Sebuah daerah bagian barat Cina yang bertahun-tahun ingin bebas mengibarkan benderannya sendiri. Bebas mengaungkan kalam illahi di penjuru kotanya. Dogu Turkistan, atau Timur Turkistan.

Sedikitnya inilah penjabaran tentang negeri Islam yang terlupakan ini.

Sesungguhnya, Turkistan telah dikuasai oleh Islam sepanjang beberapa abad dalam masa kekhilafahan yang silih berganti. Warga Turkistan adalah kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh dengan agamanya. Mereka sedikitpun belum pernah melepaskannya sejak cahaya Islam sampai bersama delegasi pertama yang dikirim oleh khalifah ar-Rasyid lIl (Ustman bin Affan) yang dipimpin oleh sahabat yang mulia Hakam bin Amru al-ghafari pada tahun 27 H. Para wali memimpin Turkistan secara otonomi, namun hukum yang di terapkan adalah hukum-hukum Islam. Namun kemudian kekuatan jahat disana bersatu, yang terdiri dari Cina,Rusia,dan lnggris pada akhir daulah Ustmani, hingga akhirnya mereka pun mampu mendudukinya. Namun demikian warga Timur Turkistan sampai detik ini tidak mau menyerah mereka terus melakukan perlawanan meski tanpa bantuan materi yang meniadi penopang kekuatannva selain kekuatan mereka sendiri.

Sungguh masih sangat hangat dalam ingatan tentang tragedi berdarah pembantaian keji yang dilakukan oleh pemerintah Cina dan kelompok-kelompok suku Han yang didukung pemerintah. Pembantaian yang dilakukan terhadap kaum muslim Turkistan. Insiden ini bermula ketika kaum muslimin menuntut agar pelaku pembunuhan terhadap dua orang muslim Uighur di salah satu pabrik yang dilakukan oleh kelompok suku Han segera di jatuhi sanksi. Akan tetapi,pemerintah Cina bukannya menghukum pelaku pembunuhan tetapi justru mereka membantai kaum muslimin. Korbanya adalah orang tua, perempuan, dan anak-anak. Pemerintah Cina mengobrak-abrik rumah-rumah, menghancurkan masjid-masjid, dan menumpahkan darah kaum muslim.

Salah satu sebab Cina begitu mempertahankan wilayah ini adalah karena Turkistan merupakan Negara muslim yang kaya, negara ini dianggap cocok sebagai pengembangan pertanian, kehutanan, dan perternakan, di sekitar 722 mineral yang di temukan di Turkistan di antaranya ditemukan dalam jumlah yang besar seperti tambang besi garam, cadangan batu bara sekitar 38% dari seluruh cadangan di Cina, cadangan minyak gas sekitar 30 miliar tonyang membuat lebih dari 25 % minyak dan gas nasional.

Dogu (Timur) Turkistan, Inilah negeri gadis bermata sipit itu, gadis shalihah yang selalu tersenyum, meski kutahu banyak beban yang ia bawa saat memutuskan untuk pergi berjuang di bumi fatih ini. Teringat saat pertama kali kami berkenalan,

”Dari Negara apa?”

”Indonesia, kamu?”

”Dogu Turkistan”

Sedikit aku mengerutkan kening, dimana itu? Sebelum aku bertanya, dia terlebih dulu tersenyum, seakan tau apa yang kupikirkan,

”Cina tapi kami bukan Cina, Insya Allah kami akan bebas menjadi Dogu Turkistan.”

Kulihat raut wajah dan bola mata yang menyimpan amarah saat ia menyebutkan nama Negara itu. Berlanjut saat ia menceritakan betapa sulitnya kehidupan muslim dinegerinya seperti halnya perempuan yang memakai hijab, lelaki yang memanjangkan jenggotnya, penjaralah yang akan mereka temui, bahkan ayahnya sendiri yang bekerja sebagai dosen pernah tidak dibayar hasil kerjanya selama 6 bulan hanya karena menunaikan shalat Jumat di sebuah masjid. Bagimana dengan kita yang begitu mudah mendapatkan media-media Islam di seluruh penjuru negeri, namun kemauan yang masih terkalahkan dengan ketidakinginan.

“Tapi kami tidak akan menyerah,kami percaya pertolongan Allah ada. Meski belum saat ini, kami percaya kebenaran itu akan selalu berada di atas.”

Gadis itu…

Yang selalu memberi pesan kehidupan Iewat tingkah lakunya…

Yang tak pernah telat berada di atas sajadah dan menjaga jamaah saat adzan berkumandang…

Yang begitu suka memperlihatkan video-video Islam padaku di akhir kelas…

Yang selalu mengingatkan ku teruslah berjuang di jalan Allah, karena pahit itu akan bebuah manis dan bermahkota surga kelak…

Yang begitu menyukai surat ‘Abasa bahkan kini beberapa irama Misyari Alfasi telah mampu ia lantukan…

Yang bagiku segala perbuatan yang ia lakukan tak pernah bernilai sia-sia…

Namun berita yang kudapatkan dua hari yang lalu benar-benar membuatku tak percaya, saat aku selesai mengulang pelajaran dengannya.

“Muna, aku harus kembali ke negeriku, para pasukan cina kembali membantai kota kami, mereka sekarang mengontrol seluruh warga untuk tidak berada di luar negeri dalam alasan apapun, termasuk menuntut ilmu. Apalagi di negeri bermayoritas Muslim. Namun aku yakin Allah akan memudahkan urusan kami, separuh hati ini telah berada di bumi fatih ini, dan suatu saat saya akan kembali, kembali untuk bersama berjuang dijalan Allah ini”

Air mataku tak bisa tertahan saat mendengar suaranya yang begitu tegar meski ku tahu tak mudah membawa beban besar ini, bagi seorang gadis muda sepertinya. Kau luar biasa sahabatku.

Kini kursi disebelahku tak lagi diduduki gadis tegar ini, meski tekadang aku sampai berilusi bahwa dia kan datang duduk disampingku. Bila subuh tiba tak kudengar lagi lantunan qalam illahi darinya di depan kamar kami. Tak ada lagi video Islam di akhir kelas. Tak ada lagi kata “Chayyo” saat ujian mingguan akan dimulai. Tidak ada lagi sebutir apel hijau di atas meja saat aku tidak ingin ke dapur untuk makan, tidak ada lagi secarik kertas di atas tempat tidur bertulisan “aku tunggu di kelas”. Tidak ada lagi yang membangunkanku di sepertiga malam selain alarm…

 

Namun aku yakin sahabat kau akan kembali, melanjutkan mimpimu yang telah kau tancap dibumi fatih ini…

Semoga Allah mudahkan segalanya… Musim dingin ini kau pergi karena aku percaya kau akan kembali untuk membawa kehangatan.

Sahabat, Seni Bekliyorum (aku menunggumu)…

Istanbul, Saat hujan,mengajakku kembali mengenangmu

*Nailul Muna, 27 Desember 2014

Penulis merupakan alumni Gaziantep University

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Miles Beightol
Miles Beightol
4 years ago

Kita tidak bisa membuat segala sesuatunya berjalan dengan lancar, tetapi kita bisa membuat rencana yang baik! Makasih untuk informasi artikel yang menarik ini!

alvi
alvi
11 months ago

boleh minta sumber artikel tulisan ini?

2
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
%d