Saturday, July 27, 2024
Kolom

Siapa yang menjual Palestina?

Siapa yang menjual Palestina?
Theodor Herzl pada Kongres Zionis Pertama di Basel, Swiss, 25 Agustus 1897. (Wikimedia Photo)

Setelah mengalami penganiayaan oleh Romawi pada abad kedua Masehi, orang-orang Yahudi mereka meninggalkan Palestina di mana nenek moyang mereka Ibrahim AS berasal dari Irak dan menetap. Mereka lalu telah tersebar di seluruh dunia.

Sekelompok di antara mereka mengejar cita-cita untuk memiliki sebuah tanah air, mengikuti popularitas abad ke-19 untuk mendirikan negara-bangsa.

Sebagai salah satu keluarga terkaya di dunia, keluarga Rothschild adalah salah satu penyandang dana dari misi ini.

Keluarga Rothschild, yang meraup untung melalui perbankan sejak abad ke-18, adalah keluarga Jerman-Yahudi yang anggotanya melarikan diri ke negara-negara Eropa, bahkan ada yang menyandang gelar bangsawan.

Para nasionalis Yahudi (Zionis) ini berkumpul di Basel, Swiss pada tahun 1897 dan berpaling ke Inggris – negara paling kuat saat itu – untuk membantu mendirikan tanah air di Palestina. “Tanah Perjanjian” mereka, seperti yang tertulis di dalam Taurat. Hal ini juga disebutkan dalam Al Quran (Surah Al-Maidah: 5). Sion adalah nama bukit tempat dibangunnya Baitul Maqdis oleh Nabi Sulaiman di mana Yerusalem berada.

Pemerintah Ottoman mengambil tindakan tertentu terhadap gerakan ini yang dianggap mengancam integritas teritorialnya. Ottoman mengkhawatirkan undang-undang tahun 1869 akan disalahgunakan. UUD tersebut mengizinkan orang asing membeli tanah di wilayah Ottoman, kecuali Hijaz, dengan syarat timbal balik. Pada tahun 1871, 80% wilayah Palestina diubah menjadi tanah negara Ottoman. Saat itu, beberapa ribu orang Yahudi Ottoman tinggal di Palestina.

 

Operasi Rothschild

Pada tahun 1881, orang-orang Yahudi yang menghadapi *pogrom di Rusia ingin berimigrasi ke Palestina secara massal, dan mereka menginginkan orang-orang terkenal dunia asal Yahudi untuk membiayainya, seperti keluarga Rothschild dan Hirsch. Ini disebut aliyah dalam literatur Zionis.

Sebagai tanggapan, Sultan Abdul Hamid II mengeluarkan dekrit yang melarang orang Yahudi untuk bermukim kembali di Palestina pada bulan April 1882. Dekrit tersebut memungkinkan mereka untuk menetap di tempat lain di wilayah Ottoman, meskipun jumlahnya tidak lebih dari 150 keluarga. Sultan kemudian mulai membeli tanah strategis di Palestina melalui perbendaharaan pribadinya yang disebut Hazine-i Hassa.

Sejak tahun 1882, keluarga Rothschild mulai membeli tanah di Palestina atas nama orang lain. Keluarga Rothschild, yang memiliki kekuatan internasional karena mereka meminjamkan uang kepada semua pemerintah, menginginkan pengungsi Yahudi Rusia diizinkan untuk menetap di tanah ini. Kedutaan turun tangan. Pemerintah Ottoman bingung harus berbuat apa. Koloni Yahudi pertama didirikan di Jaffa pada tahun yang sama, meski belum diberikan izin. Pada tahun 1918, seperdua puluh tanah subur Palestina menjadi milik keluarga Rothschild.

 

Wazir agung yang dipecat

Pada tahun 1891, ketika Rusia meningkatkan tekanan terhadap orang Yahudi, para pengungsi mulai bermukim di Palestina menggunakan cara-cara tidak resmi dan ilegal, dibantu oleh masyarakat di Eropa.

Menyuap pejabat setempat dan menggunakan paspor palsu, kartu identitas dan akta kepemilikan adalah cara utama yang dilakukan. Misalnya, orang Tunisia di Tunis yang diduduki Prancis pada tahun 1881, dianggap sebagai warga negara oleh pemerintah Ottoman. Orang-orang Yahudi memasuki wilayah Ottoman menggunakan dokumen palsu dan menetap di Palestina dengan status warga negara Tunisia.

Sekitar 440 orang Yahudi yang mengajukan kewarganegaraan dalam upaya untuk menetap di kota Safed Palestina ditolak dengan alasan bahwa negara Ottoman tidak akan dihuni oleh mereka yang dideportasi oleh orang Eropa. Banyak dekrit dikeluarkan satu demi satu, menarik perhatian provinsi, dan pejabat yang lalai diperintahkan untuk dihukum. Arsip Ottoman penuh dengan korespondensi tentang hal ini.

 

Red Permit 

Meskipun demikian, imigrasi Yahudi ke Palestina tidak dapat dicegah. Wazir Agung Cevad Pasha yang yakin tidak bisa mencegahnya, mencapai kesepakatan dengan keluarga Rothschild dan menutup mata terhadap pemukiman dengan imbalan janji untuk tidak membawa lebih banyak pengungsi.

Selanjutnya, sultan memberhentikan wazir agung pada tahun 1894 dan mengasingkannya ke Damaskus di mana dia tinggal sampai kematiannya.

Selain itu, dua gubernur dan beberapa pegawai negeri diberhentikan dan dihukum.

Pada tahun 1900, syarat untuk masuk ke tanah suci diperkenalkan. Oleh karena itu, setiap individu Yahudi yang mengunjungi Palestina diharuskan membawa surat atau paspor untuk menunjukkan pekerjaan, kewarganegaraan, dan alasan kunjungan mereka.

“Izin Merah” yang dibawa oleh orang Yahudi ini diperiksa dan dicatat oleh otoritas resmi ketika mereka tiba di Palestina. Mereka kemudian dideportasi setelah masa 30 hari berakhir.

Pemerintah Ottoman juga melakukan upaya untuk mencegah penduduk Yahudi setempat dipengaruhi oleh Zionis. Tidak semua orang Yahudi adalah Zionis. Penting untuk tidak mengganggu orang Yahudi yang memilih hidup lebih sederhana dan tidak terlibat dalam masalah politik. Ini membutuhkan keseimbangan yang halus.

 

Herzl dan tawarannya yang menarik

Sedangkan Theodor Herzl dari Budapest, pemimpin gerakan Zionis, ingin bertemu dengan Sultan Abdülhamid II.

Ketika permintaannya ditolak, dia mengajukan tawaran pada Mei 1901 melalui temannya dari Polandia Phillip Newlinsky, yang juga kenal dengan sultan.

Sebagai imbalan untuk membuka Palestina bagi imigrasi Yahudi dan pembentukan tanah air Yahudi yang otonom, utang luar negeri Utsmaniyah akan dibayar dan propaganda yang menguntungkan sultan akan diedarkan untuk memengaruhi opini publik Eropa.

Sultan menolak tawaran ini. Herzl tidak dapat membuat kesepakatan, dan dia mengulangi tawaran tersebut pada tahun berikutnya.

Khawatir apa yang terjadi pada provinsi otonom Ottoman Mesir karena utang, sultan menyambut baik tawaran konsolidasi Herzl, memandangnya sebagai perantara dalam masalah tersebut.

Namun, ide Herzl adalah penerimaan proposal kolonisasi.

(Inggris menginvasi Mesir pada tahun 1882 dengan dalih tidak membayar hutang yang diambil untuk pembangunan Terusan Suez.)

 

Perjuangan untuk kebajikan

Klaim bahwa pemerintah Ottoman mengizinkan keluarga Rothschild untuk meminjam uang dan membeli tempat di Palestina sebagai gantinya adalah kebohongan belaka.

Utang yang belum dibayar kepada bankir asing, termasuk keluarga Rothschild, untuk pembiayaan Perang Krimea 1854 direstrukturisasi pada masa pemerintahan Sultan Abdülhamid II.

Lagipula Sultan tidak perlu melakukan tindakan seperti itu demi meminjam. Dengan mendirikan pemerintahan Duyun-i Umumiye, dia mengendalikan utang luar negeri dan meningkatkan kredibilitas negara.

Pinjaman luar negeri skala kecil pada masa pemerintahannya juga dihabiskan untuk kegiatan zonasi berbiaya tinggi.

Mereka yang mempercayai pernyataan imajiner yang diulangi oleh kaum konservatif bahwa Sultan Hamid kehilangan tahtanya karena tidak memberikan tanah Palestina adalah keliru.

Ada kemungkinan bahwa pemerintah Ottoman tidak dapat mencegah proses tersebut karena kadang-kadang bertindak salah atau tidak mampu. Tetapi tidak masuk akal untuk mengklaim bahwa pemerintah Ottoman memaafkannya dengan imbalan pinjaman.

Jika itu benar, dia akan setuju dengan keluarga Rothschild atau Herzl dan mempertahankan tahtanya. Apalagi, sultan lebih mengutamakan mempertahankan tahtanya daripada hutang. Tapi misi sultan Ottoman adalah perjuangan untuk kebajikan. Dalam sebuah surat yang ditulis pada tahun 1913, dia menulis kepada Mahmud Efendi, mengatakan bahwa alasan utama dia kehilangan tahtanya adalah karena tidak menyetujui tuntutan tersebut.

 

Segalanya menjadi di luar kendali

Gerakan Kaum Turki Muda, yang menggulingkan Sultan Abdülhamid II dan merebut kekuasaan, pertama-tama menasionalisasi tanah perbendaharaan milik sultan.

Untuk menyenangkan para Zionis yang mendukung mereka, mereka mengizinkan imigrasi Yahudi ke Palestina.

Meskipun mereka segera menyadari gawatnya insiden tersebut dan melarang penjualan tanah kepada orang asing di Palestina, keadaan sudah di luar kendali.

Antara 1908 dan 1914, orang Yahudi membeli 50.000 hektar tanah dan mendirikan 10 koloni. Pada tahun 1913, keluarga Rothschild membeli tanah perbendaharaan (yang awalnya milik Sultan).

Menurut sensus Ottoman, jumlah orang Yahudi yang tinggal di Palestina adalah 9.500 pada tahun 1881, 12.500 pada tahun 1896, 14.200 pada tahun 1906, dan 31.000 pada tahun 1914. Pada tahun 1917, Zionis mencapai kesepakatan dengan menteri luar negeri Inggris, Arthur Balfour. Inggris, yang rakus akan modal Yahudi, menjanjikan orang Yahudi sebuah tanah air di Palestina dengan Deklarasi Balfour. Ketika front Suriah runtuh, Palestina diduduki oleh pasukan Inggris.

 

Kesalahan besar!

Selama Mandat Inggris untuk Palestina, imigrasi Yahudi terus meningkat meski ada hambatan. Represi Nazi juga memicu migrasi ini. Orang-orang Yahudi di Palestina sekarang dapat memiliki tanah sesuka mereka, dengan memulihkan tanah yang tidak diklaim tetapi juga dengan membelinya dari pemerintah atau individu.

Orang-orang Arab terpaksa menjual tanah mereka setelah berada dalam situasi yang sulit secara ekonomi. Misalnya, kapal bermuatan gandum yang berlabuh di pelabuhan saat musim panen menyebabkan harga gandum turun. Ketika kejadian ini terulang kembali pada tahun berikutnya, petani yang menggadaikan tanahnya setahun sebelumnya terpaksa menjual tanahnya.

Selama periode Ottoman, penduduk desa menggunakan taktik untuk membayar pajak yang lebih rendah, seperti mendaftarkan tanah atas nama orang lain atau mengurangi luas wilayah tersebut. Tanah ini juga jatuh ke tangan orang Yahudi melalui pembelian. Pada tahun 1948, lebih dari separuh penduduk Palestina adalah orang Yahudi dan lebih dari separuh tanah menjadi milik mereka.

Geng Yahudi memaksa Inggris untuk mengevakuasi distrik tersebut dengan tindakan teroris mereka. Inggris merasa tertipu dan menyatakan pada tahun 1939 bahwa Deklarasi Balfour telah menjadi kesalahan besar.

NB:

*Pogrom : serangan penuh kekerasan besar-besaran yang terorganisasi atas sebuah kelompok tertentu, etnis, keagamaan, atau lainnya, yang dibarengi oleh penghancuran terhadap lingkungannya).

Sumber: Daily Sabah

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x