
TURKINESIA.NET – SEJARAH. Makam leluhur Turki di Aceh memiliki juru kunci yang juga keturunan Turki. Dialah Azimah (45). Bersama suaminya, ia membersihkan makam setiap dua atau tiga hari sekali.
Berpakaian serba putih, perempuan itu berjalan tergopoh ke rumah. Ia mengambil kunci di tempat penyimpanan dan kemudian keluar. Langkah kakinya menyusuri jalan di antara ratusan makam. Tujuannya, menuju sebuah bangunan kecil yang dijadikan museum.
Di sana, ada puluhan bahkan ratusan makam yang harus dirawat dan dijaga Azimah bersama suami. Kompleks makam kuno peninggalan Turki ini terletak berdampingan dengan kompleks makam Teungku di Bitai. Lokasinya, di tengah-tengah perkampungan di Desa Bitai Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh, Aceh.
Makam-makam yang ada di sana sebagian sudah terpasang granit dan sisanya hanya terdapat nisan berbendera Turki. Sebagai penjaga sekaligus juru kunci makam, Azimah merawat makam tersebut. Jika rumput-rumput di sekitar makam sudah panjang, giliran suaminya yang memotong.
“Saya hanya menyapu saja,” kata Azimah saat ditemui di lokasi, Minggu (22/10/2017).
Azimah sudah menjadi penjaga makam di Kompleks Situs Makam Tuanku di Bitai ini sejak sebelum tsunami. Kala itu, ayahnya mulai sakit-sakitan dan sudah tua. Sebagai perempuan yang bekerja sebagai ibu rumah tangga, Azimah mendapat wasiat dan amanah dari orangtuanya untuk meneruskan pengabdian menjadi penjaga makam.
Amanah itu dijalankan dan suaminya juga tidak keberatan. Sejak saat itulah, mereka kompak berbagi tugas untuk membersihkan makam-makam di antaranya ulama, syekh, prajurit, dan keluarga Turki. Jika ada wisatawan datang, tugas Azimah bertambah. Dia menjadi pemandu untuk menjelaskan asal-usul sehingga banyak orang-orang dari negeri dua benua itu dikuburkan di sana.
“Saya ikhlas menjaga makam ini walaupun tidak digaji. Saya menjalankan amanah keluarga. Kakek, dan ayah saya juga dimakamkan di sini,” jelas ibu lima anak ini.
Azimah mengaku berketurunan Turki. Saat detikcom berkunjung ke sana, dia memperlihatkan silsilah keluarga yang ditempel di museum di kompleks makam. Di dalam museum, ada sebuah kapal replika yang dipakai orang-orang Turki saat ke Aceh pada zaman dulu. Selain itu, ada beberapa foto dan keterangan panduan bagi wisatawan. Azimah, menjelaskan secara detail garis keturunannya.
“Ayah saya keturunan ke-19 dan saya ke-20. Saya tidak mirip orang Turki, tapi adik saya semua mirip-mirip orang Turki,” ungkapnya.
Berdasarkan catatan sejarah, orang-orang Turki baik ulama dan pasukan yang dipimpin oleh Muthalib Ghazi bin Mustafa Gaza berangkat ke Aceh dengan beberapa kapal. Muthalib inilah yang kemudian dikenal dengan Teungku di Bitai. Para pasukan yang diutus ini menjadikan Bitai sebagai tempat untuk menyebarkan agama Islam di Tanah Rencong.
Dalam keterangan di museum makam, Bitai digambarkan sebagai sebuah perkampungan yang ditempati para ulama Islam dari Pasai Pidie dan mereka berasal dari Negara Baitul Maqdis dan Turki. Semula para ulama bertujuan untuk mengajarkan agama Islam di perguruan tinggi. Perkembangan Islam di Bitai sangat maju karena banyak orang luar Aceh yang belajar untuk memperdalam ilmu agama.
Menurut Azimah, di desa Bitai dulunya terdapat sekolah terbesar dan pesantren. Santri yang menuntut ilmu di sana termasuk Sultan Iskandar Muda dan Laksamana Malahayati. Selain itu, banyak orang lain dari berbagai negara berdatangan seperti Palestina, Yaman, Rom (romawi), Baghdad, dan Syiria.
“Itulah semasa orang Turki di sini mengajar mengaji raja-raja dari mana-mana ke sini dulu. Kalau ada acara-acara kumpul di Bitai,” jelas Azimah.
Meski demikian, belum diketahui kapan Teungku di Bitai mendarat di Aceh. Dalam panduan di museum juga disebutkan, pada masa pemerintahan Sri Sultan Salahuddin yang menjabat selama 28 tahun, programnya yaitu meningkatkan pendidikan dan hubungan kerjsama dengan negara-negara lain seperti Turki, Tanah Melayu, Pakistan dan Arab Saudi.
Raja dan keluarganya serta masyarakat Turki selanjutnya datang ke Aceh. Mereka sebagian menikah dengan orang-orang Serambi Mekkah dan tinggal di Bitai. Sultan Salahuddin sendiri sempat berwasiat agar dimakamkan di kompleks Situs Makam Tuanku di Bitai kala wafat nanti.
Di sana, terdapat banyak makam. Ada makam tujuh ulama yang terletak di dalam sebuah benteng besar. Saat tsunami menerjang Aceh pada 26 Desember 2004 silam, benteng tersebut tidak hancur.
Pascatsunami, pemerintah Turki memugari makam-makam di sana. Kompleks makam seluas sekitar 500 meter juga dipagari dengan beton dan besi stainless. Saat berkunjung ke Aceh pertengahan Oktober, Wakil Perdana Menteri Turki Fikri Isik sempat berkunjung ke sini.
“Makam di sini ada yang sudah pugar. Tapi sayang, makam Teungku di Bitai belum dipugar,” ungkap Azimah.
Sumber: Detik
I really like reading through a post that can make men and women think. Also, thank you for allowing me to comment!
For the reason that the admin of this site is working, no uncertainty very quickly it will be renowned, due to its quality contents.
This is my first time pay a quick visit at here and i am really happy to read everthing at one place
There is definately a lot to find out about this subject. I like all the points you made
I like the efforts you have put in this, regards for all the great content.
I’m often to blogging and i really appreciate your content. The article has actually peaks my interest. I’m going to bookmark your web site and maintain checking for brand spanking new information.
Can you be more specific about the content of your enticle? After reading it, I still have some doubts. Hope you can help me. https://accounts.binance.com/en/register-person?ref=P9L9FQKY